Monday 9 November 2015

PBB Padang Naik Hingga 300 Persen

PBB Padang Naik Hingga 300 Persen

                                                                                MASYARAKAT TERPEKIK
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Padang naik hingga 300 persen. Kebijakan Pemko Padang ini membuat masyarakat wajib pajak terpekik. Petugas yang memungut pajak juga tidak memberikan alasan kenapa pajak dinaikkan.

Salah seorang warga Kuranji Rahmat mengatakan bahwa PBB naik 300 persen. Selain membayar pajak tanah dia juga harus membayar pajak rumahnya.
“Pemko juga tidak mensosialisasikan pajak itu naik,” urai Rahmat kepada Haluan, Senin (9/11) kemarin. Ia menambahkan, di tengah ekonomi yang sulit seharusnya Pemko Padang memikirkan sebelum menaikkan pajak. “Masyarakat semakin merasakan kesusahan dalam hidup, kebutuhan meningkat yang wajib dibayar juga banyak,”urainya lagi.
Shaleh warga Padang Barat bukannya tidak setuju PBB naik, tetapi naik secara tiba-tiba hingga ratusan persen itu yang mengejutkan.
“Ketika petugas memberikan surat kepada saya, di situlah baru saya tahu pajak saya naik,” ung­kapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Padang Adib Alfikri me­ngatakan PBB naik berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP). Nilai jual objek pajak ini semakin hari semakin  meningkat. Con­tohnya nilai jual tanah yang biasanya 1 meter Rp50 ribu naik menjadi Rp200 ribu.
“Kita menaikkan pajak itu bukan tanpa sebab. Kami meng­hitungkan berdasarkan NJOP yang sudah ditetapkan,”ulas Adib Alfikri. Ia menambahkan, untuk me­mungut pajak mengacu kepada UU No 28 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang ditam­bah Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang No 7 tahun 2011 tentang PBB perdesaan dan per­kotaan. Anggota DPRD Kota Padang yang telah menetapkan target pajak di Kota Padang nampaknya juga mendukung kenaikan pajak ini.
Wakil DPRD Kota Padang Wahyu dari Fraksi Golkar me­ngatakan jika kenaikan pajak sesuai dengan objek pajak masya­rakat jangan berkilah. Karena pajak yang dibayarkan itu untuk pembangunan Kota Padang.
“Kalau tanahnya luas rumah­nya bagus wajarlah pajaknya naik. Kalau rumahnya direhab pajaknya naik jangan berkilah juga,”kata Wahyu.

Sengsarakan Rakyat

Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 300 persen dinilai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumbar Asnawi Bahar hanya akan menyengsarakan masyara­kat. Dikhawatirkan dengan kenai­kan ini akan membawa dampak sosial ekonomi yang besar di masyarakat.
“Dengan kenaikan PBB ini akan membuat banyak pihak yang akan tidak mampu membayar pajak. Akibatnya akan ada pera­lihan nama besar-besaran dari pemilik sebelumnya kepada pemilik baru yang berduit. Kare­na dengan kenaikan hanya orang tertentu saja yang dapat me­menuhnya,” terang Asnawi, di Padang kemarin.
Dampak ini katanya sudah terlihat di DKI Jakarta, dimana banyak pengusaha properti yang hancur-hancuran karena tidak bisa memenuhi kewajibannya. Yang mendapat keuntungan ha­nya segelintir orang yang me­miliki uang banyak.
“Dampak lainnya dengan kenaikan ini, sewa rumah, sewa ruko, sewa kantor juga akan merangkak naik. Apabila ini terjadi kita akan bisa tebak aki­batnya,” ungkapnya.

Meski kenaikan ini ada sisi positifnya, hanya saja itu dinik­mati oleh segelintir orang yang memiliki aset yang banyak. Se­mentara masyarakat yang tidak mampu hanya akan terbebani. “Kalau pun akan ada kenaikan jangan terlalu besar. Karena sangat menyengsarakan masya­rakat,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat sosial asal Universitas Andalas (Unand) Alfitri, ketika ditanyai pendapatnya terkait kenaikan pajak yang diberlakukan Pemko Padang kepada wajib pajak me­ngatakan, ketidakpuasan masya­rakat sebagai wajib pajak terkait pendayagunaan hasil pungutan pajak bumi dan bangunan, men­jadi penyebab utama ketidak­senangan masyarakat terhadap kenaikan PBB tersebut. Selain itu, kenaikan secara tiba-tiba menyebabkan masyarakat mera­sa dibohongi. Menurutnya, peme­rintah ha­rus cermat melihat kondisi mas­ya­rakat dengan meng­optimalkan informasi dari ketua RT se­tempat.
“Bagaimanapun masyarakat harus taat membayarkan pajak. Karena pajak adalah kewajiban sebagai warga negara. Namun, mengingat kapasitas pemikiran masyarakat yang berbeda-beda, banyak juga yang menyangkal peruntukan pajak tidak terlihat, sedangkan jumlah pajak yang dibayarkan terus meningkat beratus-ratus persen,” ucap dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Pembangunan tersebut.

Lebih lanjut dijelaskannya, sebagai wajib pajak, kebanyakan masyarakat mengukur perun­tukan pajak melalui apa yang dibangun atau apa diberikan di lingkungannya oleh pemerintah. Untuk urusan pembangunan jalan, pembayaran gaji pegawai dan lain sebagainya, pemerintah tidak bisa berharap banyak agar masyarakat paham bahwa perun­tukan pajak banyak dialokasikan ke sana.
“Kebanyakan masyarakat kita melihat pembagunan dari apa yang ada di sekelilingnya. Melihat jalan di lingkungannya masih jelek, lantas tiba-tiba pemerintah menaikkan pajak atas dasar perubahan Nilai Jual Objek Pajak, wajar saja masyarakat mengeluh,” jelasnya lagi.

Dibutuhkan sosialisasi yang matang dari pemerintah soal peruntukan pajak. Selain itu, jika memang pajak dinaikkan, infor­masinya sudah disampaikan jauh-jauh hari melalui berbagai media informasi yang tersedia. Sehingga masyarakat tidak merasa tertipu saat nilai pajak mereka mem­bengkak ketika membayar kewa­jibannya.

Alfitri berharap agar peme­rin­tah dapat lebih arif dalam membebankan kewajiban pajak. Contohnya, dengan membuat model pembayaran yang dapat meringankan wajib pajak yang tergolong masyarakat kelas me­nengah ke bawah. Namun, tetap tidak sampai mengurangi jumlah kewajiban yang dibayarkan.
“Misalkan untuk kenaikan pajak tahun ini, dapat dibayarkan secara bertahap hingga perte­ngahan tahun depan. Atau cara lain yang tentunya pemerintah lebih paham.  Tapi patut diingat, upaya meringankan beban itu hanya untuk masyarakat mene­ngah ke bawah, bukan menengah ke atas yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk membayar pajak.

Koordinasi dengan ketua RT sangat penting di sini. Karena belum tentu orang yang punya rumah besar, memiliki penda­patan yang bagus. Begitupun sebaliknya,” pungkasnya.

Sunday 8 November 2015

Kampus Unand Sasaran Pencurian Kendaraan Bermotor

    Kampus Unand Sasaran Pencurian Kendaraan Bermotor

                                                                      TIGA PELAKU DITANGKAP
 Uni­versitas Andalas (Unand) di Limau Manis, Kecamatan Pauh tidak aman lagi bagi pemilik kendaraan bermotor. Kampus ini menjadi sasaran empuk bagi pencuri ken­da­raan bermotor menjalankan aksinya. Betapa tidak, selama tiga minggu belakangan Ke­polisian Sektor Kota (Pol­sekta) Pauh menerima seti­daknya dalam sehari dua lapo­ran kasus kehilangan sepeda motor.
Tiga pelaku Curanmor ditangkap Polsek Pauh di tiga tempat berbeda. Aksi pelaku curanmor terekam CCTV saat melakukan aksi pencurian sepeda motor parkiran depan Balai Bahasa Kampus Unand. Dalam waktu satu jam, Pol­sekta Pauh berhasil me­ngung­kap komplotan Pelaku Cu­ran­mor, Sabtu (7/11) di­nihari pukul 03.30 WIB. 

Ketiga tersangka curan­mor berinisial MF (23) warga Jalan Belakang Simpang Pasar Haru, Kelurahan Sawahan Timur Kecamatan Padang Timur, NAP (23) warga Jalan Berok Kelurahan Berok Ni­pah Kecamatan Padang Barat dan Dio Febriansyah (25) Jalan Berok, Kelurahan Berok Nipah Kecamatan Padang Barat.
Selain menangkap kom­plotan curanmor itu, Polsekta Pauh turut mengamankan tiga unit sepeda motor Honda Scoopy, satu unit sepeda motor Honda Vario, dan dua unit sepeda motor Yamaha Mio yang me­rupakan hasil curian, kunci T sebanyak sembilan unit yang digunakan untuk melakukam pencurian, dan berbagai ma­cam kunci ber­sama dengan satu unit mobil Suzuki Swift yang digunakan tersangka untuk melakukan aksinya.

Ketiga tersangka berawal saat korban mendatangi Ma­polsekta Pauh melaporkan pencurian kendaraan ber­motor roda dua, yang terjadi di areal Kampus Uni­versitas Andalas Pa­dang. Ber­dasarkan lapo­ran ter­sebut, Kapolsek Pauh Kompol Wirman be­ser­ta Kanit Reskrim dan anggota mendatangi lo­kasi kejadian.
Di sana polisi lang­sung melakukan olah tempat kejadian perkara, dan memeriksa kete­rangan dari saksi-saksi di lapangan, serta me­meriksa CCTV yang ter­pasang kampus. Be­run­tung aksi tersangka te­rekam CCTV kampus. Dalam CCTV itu ter­lihat tersangka MF ke­luar dari mobil Suzuki Swift dan mengambil sepeda motor Honda Scoopy warna biru.

Polisi kemudian me­lakukan penyisiran, akhir­­nya menemukan mobil  tersebut di jem­batan jalan kampus Unand Limau Manis.
Polisi langsung me­nangkap tersangka tanpa perlawanan. Polisi  mem­­­bawanya ke Ma­polsekta Pauh guna pe­ngusutan lebih lanjut.

MF mengaku saat mela­kukan aksi tersebut, dia men­datangi kampus Unand de­ngan menggunakan mobil dan langsung mengambil sepeda motor yang terparkir sambil menutupi wajahnya dengan menggunakan masker.
“Setelah berhasil me­ngam­bil sepeda motor itu, saya langsung membawanya ke rumah saya di Simpang Haru dan menyembunyikannya ter­le­bih dahulu. Setelah dirasa aman saya kembali lagi ke Kampus Unand un­tuk me­ngambil mobil saya,” katanya.

Ia mengakui sudah beru­lang kali melakukan aksinya di kampus Unand, dimana pada saat melakukan pen­curian ia dibantu oleh dua rekannya. Setelah berhasil mencurinya kemudian dijual­nya ke luar kota Padang.
Kapolsekta Pa­uh Kompol Wirman mengatakan setelah berhasil menangkap ter­sang­ka, pihaknya langsung me­ngamankan tersangka dan mendalami perkaranya untuk mengungkap komplotannya.
“Saat diinterogasi, ter­sangka mengaku biasa beraksi bersama dua orang rekannya,” tambahnya.
Komplotan ini mengaku sudah sering melakukan aksi curanmor, dan barang bukti sudah banyak dijual ke wila­yah Pesisir Selatan dan Sungai Penuh. “Dalam melakukan ak­sinya, pelaku menyamar seba­gai mahasiswa untuk me­lan­carkan aksinya,” tukasnya. (h/mg-adl)

Friday 6 November 2015

Atur Lalu Lintas, “Pak Ogah” Gantikan Tugas Polisi

       Atur Lalu Lintas, “Pak Ogah” Gantikan Tugas Polisi


Keberadaan ‘Pak Ogah’ di sejumlah bundaran di ruas jalan Kota Padang kini mulai meresahkan masyarakat, terutama pengguna kendaraan. Kehadiran ‘Pak Ogah’ ini sudah menjamur sejak beberapa waktu terakhir di kota bingkuang ini. Pem­beritaan di berba­gai media juga tidak mem­buat pihak yang berwenang menertib­kannya.

Peran ‘Pak Ogah’ biasa disebut polisi ‘cepek’ yang memanfaatkan kemacetan lalu lintas dengan mengatur kendaraan tertentu di jalan, tidak dibutuhkan di Kota Padang. Sementara untuk jasanya mereka menerima imbalan dari para penge­mudi sebanyak Rp1.000.
Salah seorang penge­mudi di Jalan Hamka Mu­nir mengaku kesal dengan kehadiran ‘Pak Ogah’. Ka­rena ‘Pak Ogah’ meng­ganggu dia ketika memutar arah kendaraan.
“Saya pribadi tidak bu­tuh ‘Pak Ogah’, malah meng­ganggu. Tapi petugas kepolisian membiarkan tugasnya diambil alih ‘Pak Ogah’,” canda Munir.

         Munir berharap Pemko Padang bisa menertibkan ‘Pak Ogah’ yang sudah ra­mai hadir di Kota Padang. Selain memperburuk kon­disi sosial Kota Padang ‘Pak Ogah’ juga berlaku kasar kalau tidak diberi uang.
“Lebih baik dibasmi sebelum berkembang,” ha­rapnya.
Di Padang sering dijum­pai ‘Pak Ogah’ pada jalan yang rentan kemacetan se­perti Jalan Hamka (dekat persimpangan Cen­dra­wa­sih-Tunggul Hitam), Kam­pus UNP (depan Batalyon Wirabraja), padahal di sana sudah terpajang larangan untuk belok kanan.

         Juga di Jalan Khatib Sulaiman (depan Kantor BPJS), Jalan Adinegoro (tempat pemutaran truk), di jalan bypass, di Siteba (de­pan Kampus AKPER) dan di tempat-tempat rawan macet lainnya.
Bahkan di simpang em­pat by pass menuju B­eli­m­bing, tepatnya di sekitar traffic light (lampu pe­nga­tur lalu lintas) setelah jem­batan dekat Kantor Polsek Kuranji, ‘Pak Ogah’ nyaris setiap senja hingga malam menggantikan tugas polisi untuk mengatur lalu lintas agar tidak macet.
April, mahasiswa UNP juga merasa terganggu de­ngan kehadiran ‘Pak Ogah’. Ke­tika dia hendak berbelok dari arah Lubuk Buaya ke UNP, ‘Pak Ogah’ acap kali meng­ganggu ketika dia ber­putar. “Kadang hampir saya tabrak, karena dia suka berdiri di tengah jalan ketika kita me­mutar arah,” katanya lagi.

         Perilaku ‘Pak Ogah’ ini sudah menimbulkan keti­daknyamanan bagi pe­ngen­dara, tambah April. Ia ber­harap pemerintah dan pi­hak berwajib harus mener­tibkan perilaku ‘Pak Ogah’ ini.
Kepala Satpol PP Kota Padang Firdaus Ilyas, seba­gai kepala lembaga penegak Perda dan menertibkan setiap orang yang melanggar ketertiban umum, juga tidak bisa banyak bersikap, kare­na menurutnya ini kewe­nangan dari pihak kepoli­sian.

          Pada dasarnya setiap orang atau sekelompok orang yang tidak memiliki kewenangan, dilarang me­lakukan pengaturan lalu lintas pada persimpangan jalan, tikungan atau putaran jalan dengan maksud men­dapatkan imbalan jasa.
“Setiap orang tanpa ke­wenangan melakukan pe­ngaturan lalu lintas pada persimpangan jalan, tiku­ngan atau putaran jalan untuk keperluan tertentu di luar fungsi jalan yang dapat mengganggu keselamatan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas, merupakan sa­lah satu tindak pidana,” katanya.
Dari pemberitaan media harian maupun media elek­tronik di Kota Padang, persoalan ini sudah lama disuarakan. Walaupun be­git­u, tambah Firdaus Ilyas, untuk menertibkan ‘Pak Ogah’ ini kewenangan tidak terletak di Satpol PP. 
Pak Ogah merupakan istilah untuk orang yang mengatur lalu lintas dipersimpangan jalan dengan harapan berupa imbalan uang.

Wednesday 4 November 2015

900 Perusahaan Bermasalah


900 Perusahaan Bermasalah


Sepanjang tahun 2015, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Padang telah me­mangil dan mengun­jungi 900 pe­ru­sahaan bermasalah.
“Dari hasil penyelidikan kami, masalah di peru­sa­haan-perusahaan tersebut lebih banyak berkaitan de­ngan hak-hak para pekerja seperti UMP, pembayaran uang lembur dan BPJS,” kata Bodyarnis (52), Ketua Bidang Pengawasan Ke­tenagakerjaan Dinsosnaker Padang,(2/11) Sumber Haluan.
 SOAL UPAH, LEMBUR DAN BPJS .
Dijelaskan, UMK Kota Padang mengacu kepada UMP, seperti 18 kabupaten/kota lainnya yang ada di Sumbar. Bodyarnis yang ak­rab disapa Bet tersebut juga menjelaskan, selain hak-hak karyawannya, 900 peru­sahaan tersebut juga ter­sangkut kasus penegakkan hukum.

“Sejauh ini, semua peru­sahaan yang kita panggil telah bersedia memenuhi UMP dan hak-hak karya­wannya, maupun meny­ele­saikan segala sesuatu yang terkait dengan penegakkan hukum,” tambahnya.
Menurut dia, Din­sosna­ker Padang siap bertindak segera jika memang ada perusahaan yang masih be­lum mematuhi aturan yang telah disahkan.

Saat ditanya perusahaan mana saja yang sudah di­panggil atau dikunjungi ter­kait kasus-kasus tersebut, perempuan yang tinggal di Pasir Putih tersebut hanya menjawab, bahwa sebagian besar perusahaan-perusa­haan tersebut berada di kawasan Padang Barat dan sekitar jalur bypass Padang. Ibu dua anak itu enggan menyebutkan langsung na­ma-nama peru­sahaan yang dimaksud.  Dia juga meng­imbau kepada perusahaan-peru­sahan yang masih be­lum memenuhi kewajiban­nya untuk segera meme­nuhi hak-hak karyawannya.

“Setiap perusahaan ha­rus mendaftarkan seluruh karyawannya ke BPJS ke­sehatan maupun BPJS ke­tenagakerjaan. Selain itu kita juga berharap tidak lagi ada kasus-kasus yang ber­kaitan dengan pembayaran uang lembur, kasihan para pekerjanya,” imbau Bet.
Saat disinggung tentang rencana UMP 2016, Bet menjawab, pihaknya akan rapat dulu dengan Din­sosnaker tingkat provinsi dan semua Dinsosnaker tingkat II pertengahan No­vember ini. 

Monday 2 November 2015

UMP Sumbar 2016 Rp1,8 Juta

                       UMP Sumbar 2016 Rp1,8 Juta

UMP Sumbar tahun 2016 sebesar Rp1,8 juta lebih, naik 11,5 persen dibanding tahun lalu. Apindo menilai ada kesalahan dalam penetapan UMP ini.
Pem­­pov Sumbar mene­tap­kan Upah Minimum Pro­vinsi (UMP) tahun 2016 sebesar Rp1.800.725, naik 11,5 persen dibanding tahun lalu di angka Rp1.615.000. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dis­nakertrans) Sumbar Sofyan ditemui Haluan di ruang kerjanya menuturkan, penentuan besaran UMP tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana tahun lalu besaran UMP didapat dari survei Kondisi Hidup Layak (KHL), namun tahun ini tidak lagi memakai standar KHL. Tahun ini penentuan UMP merujuk kepada Pera­turan Pemerintah (PP) No­mor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan di mana peng­hitungannya didasarkan da­ri UMP tahun 2015, data­inflasi nasional dan Per­tumbuhan  Domestic Bru­to (PDB) tahun berjalan. 

“Cara ini jauh lebih efek­tif dibanding cara sebelum­nya dengan melakukan sur­vei KHL. Untuk survei KHL sebenarnya kita sudah lakukan di 10 Kabupaten/Kota di Sumbar. Hanya dengan keluarnya PP ini ki­ta tidak memakai KHL lagi,” terangnya.

Ditegaskan Sofyan, ke­pu­tusan itu keluar berda­sarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Pro­vinsi Sumbar melalui Dis­na­kertrans yang diputuskan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 562-777-2015 tentang UMP Sumbar 2016 tanggal 30 Oktober 2015.

“Dengan penetapan UMP ini diharapkan akan menjadi jaring pengaman agar jangan sampai terjadi pembayaran upah yang se­ma­kin merosot karena tidak seimbangnya penawaran dan permintaan tenaga ker­ja. Selanjutnya dengan pene­tapan ini diharapkan akan meningkatkan taraf hidup, martabat golongan penerima upah,” paparnya.

Dilanjutkan Sofyan, pene­tapan UMP ini juga untuk me­ngu­rangi kesenjangan upah an­tara penerima upah terendah dan tertinggi. Selain itu juga untuk pemenuhan kebutuhan dasar minimal bagi pekerja dan men­dorong disiplin dan produktivitas kerja.

“Kita kembali tegaskan peru­sahaan yang telah memberikan upah di atas UMP yang dite­tapkan untuk tahun tahun 2016 dilarang menurunkan atau me­ngu­rangi upahnya. Karena UMP ini sebagai jaring pengaman agar tidak ada yang menetapkan upah di bawah UMP,” ujarnya.

Terhadap perusahaan yang tidak patuh dengan penetapan UMP ini akan dikenakan sanki, baik itu berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, peng­hentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi hingga pembekuan kegiatan usaha. “Ta­hun lalu ada dua perusahaan yang kita tegur terkait hal ini. Namun, setelah ditegur mereka langsung mematuhi imbauan kita,” pung­kasnya.
UMP yang ditetapkan ini kata Sofyan juga menjadi acuan bagi Kabupaten/Kota dalam penentuan Upah Minimum Kabu­paten (UMK). Kabupaten/Kota tidak boleh menetapkan UMK di bawah UMP. “Jadi, mereka harus mene­tapkan UMK sama dengan UMP atau di atas UMP. Karena kalau di bawah UMP itu tidak boleh,” katanya.

Menanggapi UMP Sumbar yang baru, Ketua Asosiasi Pe­ngusaha Indonesia (Apindo) Sumbar Muzakir Aziz dihubungi Haluan Senin (2/11) malam di Padang mengatakan, penetapan UMP Rp1,8 juta dinilai terlalu besar. Karena dalam survei KHL yang dilakukan beberapa waktu lalu, masih ditemukan di ada delapan Kabupaten/Kota dari 18 Kabupaten Kota yang KHL nya di bawah UMP tahun ini.

“Seharusnya dalam penen­tuan UMP itu tidak boleh mele­bihi KHL. Kalau sudah melebihi itu sudah salah namanya,” te­rangnya.
Idealnya menurut Muzakir Aziz, UMP itu berdasarkan pada hasil survei KHL. Ketika UMP sudah melebihi ini sudah me­langgar aturan. “Hanya saja kita dari Apindo tidak mau terlalu mempermasalahkan ini. Kita ingin hanya ketenangan berusaha saja. Kita juga menghargai setiap langkah dan keputusan peme­rintah,” ungkapnya.
Terkait dengan penentuan UMP untuk tahun 2016 yang tidak lagi memakai standar KHL dinilai Muzakir juga sudah salah. Karena tidak pernah dalam pe­nentuan UMP itu berstandar pada UMP tahun sebelumnya.
“Seharusnya yang menjadi acuan itu KHL. Hanya saja survei KHL yang dilakukan waktunya terlalu singkat. Idealnya survei ini dari Januari– Oktober, ya malah tersandung dana,” pung­kasnya.
Dalam hitung-hitungan penen­tuan UMP pada PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan salah satu indikatornya yaitu inflasi. Menurut Muzakir, ini juga tidak sesuai mengingat dari survei KHL yang dilakukan juga sudah survei barang-barang yang sudah termasuk barang inflasi.

“Ini juga terjadi pada hitungan PDB. Seharusnya PDB ini tidak ditambahkan 100 persen. Karena PDB ini dinikmati seluruh lapi­san masyarakat. Jadi, kalau ingin menambahkan cukup sebagian,” paparnya.
Muzakir Aziz tetap menegas­kan bahwa sikap Apindo saat ini tetap mengikuti keputusan yang ada demi kenyamanan berusaha. “Selama ini Apindo tetap tenang dan tidak bereaksi berlebihan. Ini juga untuk menjaga kon­dusifitas di masyarakat,” tutup­nya.( Sumber Haluan )

Sunday 1 November 2015

Artis Minang Terganjal Peraturan KPU

                Artis Minang Terganjal Peraturan KPU

Gambar Ilustrasi
Se­jumlah pihak yang biasanya kebajiran pemasukan dalam pesta demokrasi pemilihan kepala daerah seperti artis Minang, pengusaha adver­taising dan percetakan kali ini hanya bisa pasrah, dan menerima. Karena dengan adanya aturan yang baru dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang mem­batasi kampanye pasangan calon (Paslon) dalam sosialisasi ke masyarakat.

Seperti diketahui,  seba­gaimana tertuang dalam Peraturan Komisi Pe­mi­lihan Umum (PKPU) no­mor 7 tahun 2015 tentang kam­panye. Tim kampanye pas­lon hanya di­per­k­e­nan­kan melakukan kam­panye berupa per­te­muan terbatas, pertemuan ta­tap muka atau dialog. Em­pat jenis kam­panye yakni debat publik, pe­nyebaran bahan kam­panye, pe­ma­sangan APK, dan iklan di media massa diatur sepe­nuhnya oleh KPU. 

Dengan terbatasnya ruang gerak bagi tim pe­menangan dan calon untuk berkampanye juga ber­dam­pak pada sejumlah pi­hak, salah satunya artis Minang yang biasa kebanjiran job saat musim kampanye da­tang, sekarang tidak sama sekali. Begitu juga dengan percetakan baik sablon baju maupun baliho hanya diada­kan oleh KPU yang me­makai sistem tender pada sejumlah perusahaan besar.

Salah seorang menajer artis Minang, Elektri Cha­niago mengatakan bahwa pesta demokrasi kali ini berbeda jauh dengan sebe­lumnya. Menurutnya, kalau pemilu sebelumnya sangat terasa kemeriahan dengan banyaknya baliho, spanduk, dan umbul-umbul terpa­sang setiap sudut, namun kali ini hanya terbatas.
“Pemilu sebelumnya artis kami ke­ban­jiran panggilan untuk manggung dari calon kepala daerah, dan hampir setiap hari ada saja jadwal mang­gung kami,” ungkapnya, Jumat (30/10).
Namun sekarang, ia me­ngaku hanya bisa menerima karena memang sudah men­jadi peraturan dari KPU RI dan merata di seluruh In­donesia.

Hal senada juga dika­takan oleh Manajer Artis Minang Budi Pernandes (Bupe), memang terjadi banyak perbedaan pada pemilu kali ini diban­ding­kan dengan pemilu sebe­lum­nya. Tidak hanya pen­dapatan artis saja yang ber­kurang, tapi juga beberapa pihak lain yang sebelumnya terlibat dalam pemilu.

Sementara itu, salah satu pengusaha advertising atau percetakan Digital Printing milik Mira yang berada di Pasar Pagi Ulak Karang Padang, mengatakan hingga saat ini masih sepi orderan dari paslon dan tim peme­nangan untuk membuat spanduk, baliho, dan um­bul-umbul.

Saturday 31 October 2015

Asap Mulai Hilang, DBD Kembali Mengintai

              Asap Mulai Hilang, DBD Kembali Mengintai

Kete­balan asap berkurang drastis sepanjang Jumat (30/10), masyarakat diminta tetap mewaspadai bahaya pajanan kabut asap bagi kesehatan. Berdasarkan pendataan se­men­tara Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang, dari sekitar 50 persen sekolah dasar yang telah didata, 9.000 siswa terindikasi geja­la infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Sementara itu seiring turunnya hujan, Di­nas Kesehatan Sumbar juga mengimbau masyarakat agar mewaspadai berkem­bangnya demam berdarah (DBD).
Kepala DKK Padang, Eka Lusti mengatakan, kualitas udara cenderung membaik setelah Kota Padang sering diguyur hujan dua hari belakangan. Namun, warga tidak boleh meman­dang­nya sebagai peluang untuk me­ngu­rangi kewaspadaan, serta ha­rus terus menjaga kondisi kesehatan. 

“Hujan sudah mulai turun, sehingga ketebalan asap mulai berkurang. Indeks Standar Pen­cemaran Udara (ISPU) juga menunjukkan angka yang sedang dan tidak berbahaya bagi kese­hatan. Tapi, bukan berarti asap sama sekali menghilang, kewas­padaan harus tetap dilakukan, jangan dilonggarkan,” ucapnya.

Pada Senin (30/10) lalu, Dinas Kesehatan Kota Padang telah melakukan rangkaian penyu­luhan waspada asap ke rumah-rumah, menggunakan 23 unit puskesmas keliling (Puskel) milik DKK Padang. Selain itu, dokter-dokter di Pusat Kese­hatan Masyarakat (Puskesmas) juga diturunkan ke sekolah-sekolah untuk melakukan penda­taan dan penyuluhan ISPA.

“Sebelum pendataan, pada Jumat sampai Minggu anak seko­lah libur. Kami mendata ke sekolah pada hari Seninnya, dan hasil sementara pendataan me­nun­jukkan lebih kurang 9.000 siswa sekolah dasar terkena gejala ISPA. Tapi bukan satu hal yang mengkhawatirkan, karena hanya gejala ringan seperti batuk kering dan flu,” jelasnya lagi.

Atas hasil pendataan semen­tara itu, Eka Lusti mengimbau warga Kota Padang untuk tidak membiarkan anak-anak berke­liaran di luar rumah. Terlebih, sebagian orangtua masih tidak memperdulikan pentingnya me­leng­kapi anak dengan masker saat kondisi udara diliputi kabut asap.
“Pendataan yang kami laku­kan itu setelah libur. Artinya, saat libur banyak anak yang keluar rumah sehingga terkena gejala ISPA ringan. Untuk itu, kami imbau orangtua agar mengawasi anak-anak mereka. Jika keluar rumah, gunakan masker. Selain itu, perbanyak konsumsi air putih serta buah-buahan,” tukasnya.

Hujan, Waspadai Demam Berdarah
Berdasarkan informasi kua­litas udara di GAW Kototabang pada pukul 08.00 WIB, Jumat (30/10), pertamakali selama dua pekan belakangan Indeks Stan­dar Pencemaran Udara (ISPU) berada pada angka PM10 : 77 ug/m3. Artinya, kualitas udara bera­da dalam kondisi sedang, dan sama sekali tidak membahaya­kan.

Meskipun paparan kabut asap mulai berkurang karena turunnya hujan. Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar turut me­ngim­bau masyarakat agar tetap me­ningkatkan kewaspadaan. Karena selain bahaya kabut asap yang masih ada, turunnya hujan juga dapat memudahkan berkem­bang­nya penyakit Demam Ber­darah (DBD).

“Hujan sudah mulai turun dan mengurangi asap. Tapi mas­yarakat harus menyikapinya dengan tetap waspada dan ber­perilaku hidup sehat. Selepas hujan, biasanya momen perkem­bangan bagi DBD, antisipasi penyakit itu dengan membu­dayakan 3M plus (Menutup, Menguras, Mengubur). Selain itu, banyak-banyak meng­kon­sumsi sayur dan buah untuk meningkatkan daya tahan tubuh,” ucap Kepala Dinkes Sumbar Ro­snini Savitri melalui Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Bencana.