Diserahkannya pengelolaan kawasan GOR H Agus Salim
dari Pemprov Sumbar ke Pemko Padang menjadi tugas baru bagi Pemko
Padang, yang kini mengalami kesulitan menata lahan parkir yang diakui
dikuasai preman.
Pasalnya tidak hanya PAD yang diharapkan meningkat, tapi pelayanan
juga harus diperbaiki. Namun, parkir di kawasan tersebut masih dikuasai
oleh preman yang tidak berseragam parkir. Kondisi ini semakin parah
jika akhir pekan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dispora Kota Padang juga meningkat,
yaitu Rp 1,3 miliar di tahun 2014, dan di tahun 2015 ini diprediksi akan
mendapat pendapatan lebih kurang Rp 2,3 miliar.
Menurut Kadispora Kota Padang Suardi Junir, sumber pendapatan
terbanyak berasal dari Kolam Renang Taratai, selain itu juga pendapatan
dari retribusi parkir, penyewaan tempat pameran, retribusi PKL, dan
pendapatan lainnya.
Namun, sayangnya kondisi ini tidak baik karena pengelolaan parkir
yang tidak memiliki manajemen. Setiap sudut parkir GOR tersebut dikuasai
oleh preman antar area. Area Teratai dikuasai preman Jati, arah ke
barat dikuasai preman Purus.
Tukang parkir juga tidak dibina oleh Dispora sehingga tidak sesuai dengan aturan karena tidak mengacu pada Perda parkir.
Juru parkir tersebut tidak tanggung-tanggung, untuk kendaraan roda
dua mereka pungut biaya parkir sebesar Rp 3.000 dan roda empat Rp 5.000.
Akibatnya, banyak warga yang mengeluh dan merasa diperas oleh para
preman tersebut yang tidak jelas dari mana asalnya.
“Itulah kondisinya selama ini. Mau kita tertibkan, status GOR ini
milik Provinsi Sumbar. Sekarang setelah pihak provinsi menyerahkan
kepada Pemko Padang untuk pengelolaannya dengan status pinjam-pakai,
maka kita punya kewenangan penuh menatanya kembali. Namun, kita akui
cukup kewalahan untuk menatanya karena selama ini mereka sesuka hati
saja,” urainya.
Menurut Suardi, perbuatan sejumlah preman yang memungut tarif parkir
di luar batas kewajaran itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pihaknya
sudah berusaha untuk menata juru parkir tersebut dengan
mengumpulkannya. Terkait dengan seragam parkir, Suardi menjelaskan,
belum ada anggaran.
“Saya perhatikan, setiap ada acara keramaian di GOR ini, banyak
muncul tempat parkir liar yang dikelola preman yang tidak jelas dari
mana datangnya. Kalau pemuda sekitar GOR mungkin masih bisa kita maklumi
dan bisa diberi pengertian,” ucapnya menjelaskan.
Sesuai Perda No.11 tahun 2011 tentang retribusi daerah termasuk
parkir, ditetapkan kendaraan roda dua hanya Rp 1.000, roda empat Rp 2
ribu di lokasi biasa dan Rp 3 ribu di lokasi padat (tempat keramaian).
Hingga kini, Perda tersebut belum direvisi. Artinya, tidak bisa petugas parkir menaikkan sesuka hatinya.
|
No comments:
Post a Comment