Friday 13 November 2015

Parkir di GOR H Agus Salim Jadi “Ladang Emas” Preman

Parkir di GOR H Agus Salim Jadi “Ladang Emas” Preman

 Diserahkannya pengelolaan kawasan GOR H Agus Salim dari Pemprov Sumbar ke Pemko Padang menjadi tugas baru bagi Pemko Padang, yang kini mengalami kesulitan menata lahan parkir yang diakui dikuasai preman.
Pasalnya tidak hanya PAD yang diharapkan me­ningkat, tapi pelayanan juga harus diperbaiki. Namun, parkir di kawasan tersebut masih dikuasai oleh preman yang tidak berseragam par­kir. Kondisi ini semakin parah jika akhir pekan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dispora Kota Pa­dang juga meningkat, yaitu Rp 1,3 miliar di tahun 2014, dan di tahun 2015 ini diprediksi akan mendapat pendapatan lebih kurang Rp 2,3 miliar.
Menurut Kadispora Ko­ta Padang Suardi Junir, sumber pendapatan ter­banyak berasal dari Kolam Renang Taratai, selain itu juga pendapatan dari ret­ribusi parkir, penyewaan tempat pameran, retribusi PKL, dan pendapatan lain­nya.
Namun, sayangnya kon­disi ini tidak baik karena pengelolaan parkir yang tidak memiliki manajemen. Setiap sudut parkir GOR tersebut dikuasai oleh pre­man antar area. Area Te­ratai dikuasai preman Jati, arah ke barat dikuasai pre­man Purus.
Tukang parkir juga tidak dibina oleh Dispora se­hingga tidak sesuai dengan aturan karena tidak me­ngacu pada Perda parkir.

Juru parkir tersebut ti­dak tanggung-tanggung, un­tuk kendaraan roda dua mereka pungut biaya parkir sebesar Rp 3.000 dan roda empat Rp 5.000. Akibatnya, banyak warga yang me­ngeluh dan merasa diperas oleh para preman tersebut yang tidak jelas dari mana asalnya.
“Itulah kondisinya se­lama ini. Mau kita tertib­kan, status GOR ini milik Pro­vinsi Sumbar. Sekarang setelah pihak provinsi me­nyerahkan kepada Pemko Padang untuk penge­lo­la­annya dengan status pinjam-pakai, maka kita punya kewenangan penuh mena­tanya kembali. Namun, kita akui cukup kewalahan un­tuk menatanya karena se­lama ini mereka sesuka hati saja,” urainya.

Menurut Suardi, per­buatan sejumlah preman yang memungut tarif parkir di luar batas kewajaran itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Pihaknya sudah ber­usaha untuk menata juru parkir tersebut dengan me­ngumpulkannya. Terkait dengan seragam parkir, Suardi menjelaskan, belum ada anggaran.
“Saya perhatikan, setiap ada acara keramaian di GOR ini, banyak muncul tempat parkir liar yang dikelola preman yang tidak jelas dari mana datangnya. Kalau pemuda sekitar GOR mungkin masih bisa kita maklumi dan bisa di­beri pengertian,” ucapnya menjelaskan.

Sesuai Perda No.11 ta­hun 2011 tentang retribusi daerah termasuk parkir, ditetapkan kendaraan roda dua hanya Rp 1.000, roda empat Rp 2 ribu di lokasi biasa dan Rp 3 ribu di lokasi padat (tempat ke­ramaian).
Hingga kini, Per­da ter­sebut belum direvisi. Ar­tinya, tidak bisa petugas parkir menaikkan sesuka hatinya. 

No comments:

Post a Comment