Monday 9 November 2015

PBB Padang Naik Hingga 300 Persen

PBB Padang Naik Hingga 300 Persen

                                                                                MASYARAKAT TERPEKIK
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Padang naik hingga 300 persen. Kebijakan Pemko Padang ini membuat masyarakat wajib pajak terpekik. Petugas yang memungut pajak juga tidak memberikan alasan kenapa pajak dinaikkan.

Salah seorang warga Kuranji Rahmat mengatakan bahwa PBB naik 300 persen. Selain membayar pajak tanah dia juga harus membayar pajak rumahnya.
“Pemko juga tidak mensosialisasikan pajak itu naik,” urai Rahmat kepada Haluan, Senin (9/11) kemarin. Ia menambahkan, di tengah ekonomi yang sulit seharusnya Pemko Padang memikirkan sebelum menaikkan pajak. “Masyarakat semakin merasakan kesusahan dalam hidup, kebutuhan meningkat yang wajib dibayar juga banyak,”urainya lagi.
Shaleh warga Padang Barat bukannya tidak setuju PBB naik, tetapi naik secara tiba-tiba hingga ratusan persen itu yang mengejutkan.
“Ketika petugas memberikan surat kepada saya, di situlah baru saya tahu pajak saya naik,” ung­kapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Padang Adib Alfikri me­ngatakan PBB naik berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP). Nilai jual objek pajak ini semakin hari semakin  meningkat. Con­tohnya nilai jual tanah yang biasanya 1 meter Rp50 ribu naik menjadi Rp200 ribu.
“Kita menaikkan pajak itu bukan tanpa sebab. Kami meng­hitungkan berdasarkan NJOP yang sudah ditetapkan,”ulas Adib Alfikri. Ia menambahkan, untuk me­mungut pajak mengacu kepada UU No 28 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang ditam­bah Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang No 7 tahun 2011 tentang PBB perdesaan dan per­kotaan. Anggota DPRD Kota Padang yang telah menetapkan target pajak di Kota Padang nampaknya juga mendukung kenaikan pajak ini.
Wakil DPRD Kota Padang Wahyu dari Fraksi Golkar me­ngatakan jika kenaikan pajak sesuai dengan objek pajak masya­rakat jangan berkilah. Karena pajak yang dibayarkan itu untuk pembangunan Kota Padang.
“Kalau tanahnya luas rumah­nya bagus wajarlah pajaknya naik. Kalau rumahnya direhab pajaknya naik jangan berkilah juga,”kata Wahyu.

Sengsarakan Rakyat

Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 300 persen dinilai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumbar Asnawi Bahar hanya akan menyengsarakan masyara­kat. Dikhawatirkan dengan kenai­kan ini akan membawa dampak sosial ekonomi yang besar di masyarakat.
“Dengan kenaikan PBB ini akan membuat banyak pihak yang akan tidak mampu membayar pajak. Akibatnya akan ada pera­lihan nama besar-besaran dari pemilik sebelumnya kepada pemilik baru yang berduit. Kare­na dengan kenaikan hanya orang tertentu saja yang dapat me­menuhnya,” terang Asnawi, di Padang kemarin.
Dampak ini katanya sudah terlihat di DKI Jakarta, dimana banyak pengusaha properti yang hancur-hancuran karena tidak bisa memenuhi kewajibannya. Yang mendapat keuntungan ha­nya segelintir orang yang me­miliki uang banyak.
“Dampak lainnya dengan kenaikan ini, sewa rumah, sewa ruko, sewa kantor juga akan merangkak naik. Apabila ini terjadi kita akan bisa tebak aki­batnya,” ungkapnya.

Meski kenaikan ini ada sisi positifnya, hanya saja itu dinik­mati oleh segelintir orang yang memiliki aset yang banyak. Se­mentara masyarakat yang tidak mampu hanya akan terbebani. “Kalau pun akan ada kenaikan jangan terlalu besar. Karena sangat menyengsarakan masya­rakat,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat sosial asal Universitas Andalas (Unand) Alfitri, ketika ditanyai pendapatnya terkait kenaikan pajak yang diberlakukan Pemko Padang kepada wajib pajak me­ngatakan, ketidakpuasan masya­rakat sebagai wajib pajak terkait pendayagunaan hasil pungutan pajak bumi dan bangunan, men­jadi penyebab utama ketidak­senangan masyarakat terhadap kenaikan PBB tersebut. Selain itu, kenaikan secara tiba-tiba menyebabkan masyarakat mera­sa dibohongi. Menurutnya, peme­rintah ha­rus cermat melihat kondisi mas­ya­rakat dengan meng­optimalkan informasi dari ketua RT se­tempat.
“Bagaimanapun masyarakat harus taat membayarkan pajak. Karena pajak adalah kewajiban sebagai warga negara. Namun, mengingat kapasitas pemikiran masyarakat yang berbeda-beda, banyak juga yang menyangkal peruntukan pajak tidak terlihat, sedangkan jumlah pajak yang dibayarkan terus meningkat beratus-ratus persen,” ucap dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Pembangunan tersebut.

Lebih lanjut dijelaskannya, sebagai wajib pajak, kebanyakan masyarakat mengukur perun­tukan pajak melalui apa yang dibangun atau apa diberikan di lingkungannya oleh pemerintah. Untuk urusan pembangunan jalan, pembayaran gaji pegawai dan lain sebagainya, pemerintah tidak bisa berharap banyak agar masyarakat paham bahwa perun­tukan pajak banyak dialokasikan ke sana.
“Kebanyakan masyarakat kita melihat pembagunan dari apa yang ada di sekelilingnya. Melihat jalan di lingkungannya masih jelek, lantas tiba-tiba pemerintah menaikkan pajak atas dasar perubahan Nilai Jual Objek Pajak, wajar saja masyarakat mengeluh,” jelasnya lagi.

Dibutuhkan sosialisasi yang matang dari pemerintah soal peruntukan pajak. Selain itu, jika memang pajak dinaikkan, infor­masinya sudah disampaikan jauh-jauh hari melalui berbagai media informasi yang tersedia. Sehingga masyarakat tidak merasa tertipu saat nilai pajak mereka mem­bengkak ketika membayar kewa­jibannya.

Alfitri berharap agar peme­rin­tah dapat lebih arif dalam membebankan kewajiban pajak. Contohnya, dengan membuat model pembayaran yang dapat meringankan wajib pajak yang tergolong masyarakat kelas me­nengah ke bawah. Namun, tetap tidak sampai mengurangi jumlah kewajiban yang dibayarkan.
“Misalkan untuk kenaikan pajak tahun ini, dapat dibayarkan secara bertahap hingga perte­ngahan tahun depan. Atau cara lain yang tentunya pemerintah lebih paham.  Tapi patut diingat, upaya meringankan beban itu hanya untuk masyarakat mene­ngah ke bawah, bukan menengah ke atas yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk membayar pajak.

Koordinasi dengan ketua RT sangat penting di sini. Karena belum tentu orang yang punya rumah besar, memiliki penda­patan yang bagus. Begitupun sebaliknya,” pungkasnya.

No comments:

Post a Comment