UMP Sumbar tahun 2016 sebesar Rp1,8 juta lebih, naik 11,5 persen
dibanding tahun lalu. Apindo menilai ada kesalahan dalam penetapan UMP
ini.
Pempov Sumbar menetapkan Upah
Minimum Provinsi (UMP) tahun 2016 sebesar Rp1.800.725, naik 11,5 persen
dibanding tahun lalu di angka Rp1.615.000. Kepala Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumbar Sofyan ditemui Haluan di
ruang kerjanya menuturkan, penentuan besaran UMP tahun ini berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana tahun lalu besaran UMP didapat
dari survei Kondisi Hidup Layak (KHL), namun tahun ini tidak lagi
memakai standar KHL. Tahun ini penentuan UMP merujuk kepada Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan di mana
penghitungannya didasarkan dari UMP tahun 2015, datainflasi nasional
dan Pertumbuhan Domestic Bruto (PDB) tahun berjalan.
“Cara ini jauh lebih efektif dibanding cara sebelumnya dengan
melakukan survei KHL. Untuk survei KHL sebenarnya kita sudah lakukan di
10 Kabupaten/Kota di Sumbar. Hanya dengan keluarnya PP ini kita tidak
memakai KHL lagi,” terangnya.
Ditegaskan Sofyan, keputusan itu keluar berdasarkan rekomendasi
dari Dewan Pengupahan Provinsi Sumbar melalui Disnakertrans yang
diputuskan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 562-777-2015 tentang UMP Sumbar 2016 tanggal 30 Oktober 2015.
“Dengan penetapan UMP ini diharapkan akan menjadi jaring pengaman
agar jangan sampai terjadi pembayaran upah yang semakin merosot karena
tidak seimbangnya penawaran dan permintaan tenaga kerja. Selanjutnya
dengan penetapan ini diharapkan akan meningkatkan taraf hidup, martabat
golongan penerima upah,” paparnya.
Dilanjutkan Sofyan, penetapan UMP ini juga untuk mengurangi
kesenjangan upah antara penerima upah terendah dan tertinggi. Selain
itu juga untuk pemenuhan kebutuhan dasar minimal bagi pekerja dan
mendorong disiplin dan produktivitas kerja.
“Kita kembali tegaskan perusahaan yang telah memberikan upah di atas
UMP yang ditetapkan untuk tahun tahun 2016 dilarang menurunkan atau
mengurangi upahnya. Karena UMP ini sebagai jaring pengaman agar tidak
ada yang menetapkan upah di bawah UMP,” ujarnya.
Terhadap perusahaan yang tidak patuh dengan penetapan UMP ini akan
dikenakan sanki, baik itu berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan
usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi hingga
pembekuan kegiatan usaha. “Tahun lalu ada dua perusahaan yang kita
tegur terkait hal ini. Namun, setelah ditegur mereka langsung mematuhi
imbauan kita,” pungkasnya.
UMP yang ditetapkan ini kata Sofyan juga menjadi acuan bagi
Kabupaten/Kota dalam penentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Kabupaten/Kota tidak boleh menetapkan UMK di bawah UMP. “Jadi, mereka
harus menetapkan UMK sama dengan UMP atau di atas UMP. Karena kalau di
bawah UMP itu tidak boleh,” katanya.
Menanggapi UMP Sumbar yang baru, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumbar Muzakir Aziz dihubungi Haluan Senin (2/11) malam di Padang mengatakan, penetapan UMP Rp1,8 juta dinilai terlalu besar. Karena dalam survei KHL
yang dilakukan beberapa waktu lalu, masih ditemukan di ada delapan
Kabupaten/Kota dari 18 Kabupaten Kota yang KHL nya di bawah UMP tahun
ini.
“Seharusnya dalam penentuan UMP itu tidak boleh melebihi KHL. Kalau sudah melebihi itu sudah salah namanya,” terangnya.
Idealnya menurut Muzakir Aziz, UMP itu berdasarkan pada hasil survei
KHL. Ketika UMP sudah melebihi ini sudah melanggar aturan. “Hanya saja
kita dari Apindo tidak mau terlalu mempermasalahkan ini. Kita ingin
hanya ketenangan berusaha saja. Kita juga menghargai setiap langkah dan
keputusan pemerintah,” ungkapnya.
Terkait dengan penentuan UMP untuk tahun 2016 yang tidak lagi memakai
standar KHL dinilai Muzakir juga sudah salah. Karena tidak pernah dalam
penentuan UMP itu berstandar pada UMP tahun sebelumnya.
“Seharusnya yang menjadi acuan itu KHL. Hanya saja survei KHL yang
dilakukan waktunya terlalu singkat. Idealnya survei ini dari Januari–
Oktober, ya malah tersandung dana,” pungkasnya.
Dalam hitung-hitungan penentuan UMP pada PP 78 tahun 2015 tentang
pengupahan salah satu indikatornya yaitu inflasi. Menurut Muzakir, ini
juga tidak sesuai mengingat dari survei KHL yang dilakukan juga sudah
survei barang-barang yang sudah termasuk barang inflasi.
“Ini juga terjadi pada hitungan PDB. Seharusnya PDB ini tidak
ditambahkan 100 persen. Karena PDB ini dinikmati seluruh lapisan
masyarakat. Jadi, kalau ingin menambahkan cukup sebagian,” paparnya.
Muzakir Aziz tetap menegaskan bahwa sikap Apindo saat ini tetap
mengikuti keputusan yang ada demi kenyamanan berusaha. “Selama ini
Apindo tetap tenang dan tidak bereaksi berlebihan. Ini juga untuk
menjaga kondusifitas di masyarakat,” tutupnya.( Sumber Haluan )
|
No comments:
Post a Comment